TERNYATA BEDA! INI ADALAH SISTEM PEMILIHAN UMUM YANG DI JERMAN!
Pemilihan Umum sudah menjadi hal yang tak asing lagi di telinga warga Indonesia. banyak warga beramai-ramai datang ke TPS (Tempat Pemungutan Suara) untuk mencoblos paslon yang akan mereka pilih. sendiri dilakukan beberapa tahun sekali sesuai dengan masa jabatannya. Jumlah TPS bisa sampai ribuan yang tersebar di seluruh Indonesia untuk melayani lebih dari 204 juta pemilih yang terdaftar. KPU berupaya memastikan TPS dapat dijangkau oleh seluruh pemilih, termasuk mereka yang memiliki keterbatasan fisik juga. Itu tadi merupakan pemilihan lembaga legislatif yang ada di Indonesia, selanjutnya bagaimana cara pemilihan lembaga legislatif di Jerman, apakah sama?
Di Jerman juga memiliki suatu lembaga pemilihan untuk lembaga legislatif, yang dikenal sebagai Bundestagwahl yang merupakan proses penting dalam sistem demokrasi parlementer dari negara tersebut. Terdapat juga beberapa langkah-langkah dalam memilih suara. Yang pertama adalah sistem pemilu dengan dua suara untuk setiap pemilih
Suara Pertama (Pertama Kali)
Digunakan untuk memilih kandidat langsung di daerah pemilihan. Jerman sendiri terbagi menjadi 299 daerah pemilihan, dan di setiap daerah itu memperebutkan satu kursi di Bundestag. Dari total 598 kursi di Bundestag, setengahnya (299 kursi) diisi oleh kandidat yang terpilih melalui suara pertama. Kandidat dengan suara terbanyak di setiap daerah pemilihan akan terpilih menjadi anggota Bundestag.
Suara Kedua (Zweitstime)
Suara kedua ini digunakan untuk memilih partai politik. Ini merupakan suara yang lebih penting karena untuk menentukan komposisi keseluruhan Bundestag. Suara kedua ini akan menentukan persentase kursi yang akan diterima oleh masing-masing partai berdasarkan total suara yang mereka peroleh. Misalnya, jika sebuah partai mendapatkan 35% dari suara kedua, maka mereka akan mendapatkan sekitar 35% dari total kursi di Bundestag. Untuk bisa memasuki Bundestag sebuah partai harus bisa mencapai ambang batas minimal 5% dari suara kedua. Hal ini bertujuan untuk mencegah terlalu banyak partai kecil yang memasuki parlemen dan mengganggu aktivitas legislatif.
Dalam proses pemilihan lembaga legislatif di Jerman ini biasanya dilaksanakan sekitar empat tahun sekali. Pemilu terakhir berlangsung pada tanggal 26 September 2021 dan akan dilaksanakan lagi pada tahun 2025. Di setiap negara bagian politik harus mengajukan daftar kandidat, dan mengurutkan nama dalam daftar untuk menentukan peluang kandidat dapat terpilih. Setelah melakukan pemungutan suara, jumlah suara yang diperoleh masing-masing partai akan dihitung untuk menentukan berapa banyak kursi melalui suara pertama daripada yang seharusnya berdasarkan proporsi suara kedua, mereka akan mendapatkan kursi tambahan untuk menyeimbangkan komposisi parlemen. Setelah pemilihan, anggota Bundestag yang baru akan memilih Kanselir, yang merupakan kepala pemerintahan. Proses ini melibatkan negosiasi antara partai-partai yang mendapatkan kursi di Bundestag. Kanselir dipilih oleh anggota Bundestag melalui pemungutan suara. Untuk terpilih, calon Kanselir harus mendapatkan suara mayoritas dari anggota parlemen. Jika tidak ada kandidat yang memperoleh mayoritas, pemilihan suara dapat dilakukan kembali dengan kandidat yang berbeda. Kanselir akan membentuk kabinetnya dengan memilih menteri-menteri dari partai-partai yang berkoalisi. Proses ini menunjukkan bagaimana sistem parlementer di Jerman berfungsi, di mana pemilih tidak memilih Kanselir secara langsung, tetapi melalui perwakilan mereka di Bundestag yang kemudian memilih kepala pemerintahan berdasarkan hasil pemilu dan perundingan yang disepakati. Dengan cara ini, sistem pemilu Jerman dapat menggabungkan elemen pemilihan secara langsung dan lebih proporsional, memberikan kesempatan bagi pemilih untuk mendukung baik individu maupun partai dalam satu pemungutan suara.
Dari sini dapat dilihat bahwa sistem pemilihan di Jerman dan Indonesia berbeda, terutama dalam hal mekanisme pemilihan serta struktur politiknya. Perbedaan utama terletak pada sistem Jerman yang menggabungkan elemen proporsional dan mayoritas dengan dua suara, dibandingkan dengan sistem proporsional terbuka Indonesia . Selain itu, Jerman menggunakan sistem parlementer dengan Kanselir yang dipilih oleh parlemen, sedangkan Indonesia menggunakan sistem presidensial dengan presiden yang dipilih langsung oleh rakyat.